Jumat, 15 Januari 2016

Makalah ad-dakhil fi at- tafsir

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita nikmat sehat sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik InshaAllah, bersyukur atas nikmat iman, Islam serta Ihsan sehingga kita dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu.
Shalawat serta Salam tak lupa kami haturkan kepada sang Revolusioner Peradaban Islam yakni Nabi Muhammad SAW yg mana telah membawa kita dari zaman kegelapan meuju zaman terang seperti sekarang.
Dan kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan teman-teman sekalian atas segala bantuan dan yang telah mendukung dalam penulisan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ad-Dakhil fi Tafsir. Harapan kami semoga makalah yang sangat sederhana ini bisa menambah pengetahuan anda sekalian dan bermanfaat bagi para pembaca.
Kami selaku penyusun makalah ini pada akhirnya meminta maaf sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun yang ada dalam makalah ini, karena saya sadar masih banyak kekurangan yang ada pada makalah yang kami buat ini. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Karena pada akhirnya manusia tempat salah dan lupa.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb



Serang, 04 Juni 2015


Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN iii
1.1. Latar belakang masalah iii
BAB II PEMBAHASAN 1
2.1. Definisi ad-Dakhil 1
2.2. Definisi Tafsir Bathiniyah 1
2.3. Penjelasan Bathiniyah………….. . 2
2.4. Sejarah Tafsir Bathiniyah…………… ……...………………..4
2.5. Contoh Tafsir Bathiniyah………………...……………………4
BAB III PENUTUP 5
3.1. Kesimpulan 5

DAFTAR PUSTAKA 5

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur’an kepada Muhammad SAW, bukan sekedar sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir. Secara praksis, Al-Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil dan manusiawi.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapanpun dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Kali ini akan dibahas salah satu bentuk penafsiran yakni Tafsir Bathiniyah, yang berbeda dari bentuk penafsiran yang lainnya. Model penafsiran macam ini banyak menuai kontroversi, tentunya ada yang pro dan ada pula yang kontra.


BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian ad-Dakhil
Menurut Ragīb Al-Asfīhānī dalam kitabnya yang berjudul “Al-Mufradat fī Gārāib Al-Qur’an”, yang dimaksud dengan Ad-Dakhlu (الدخل) secara etimologis adalah “burung yang masuk didalam pepohonan yang rimbun, yang dililitkan, dan dikumpulkan jadi satu.” Pengertian tersebut juga merupakan sebuah ungkapan untuk menggambarkan kerusakan pada materi yang dimasukinya. Begitu juga bisa diartikan sebagai perselisihan atau ketidak singkronan antara dua unsur.
Sementara itu, menurut Dr. Abdul Wahhāb Fayyād, mendefinisikan Ad-Dakhīl sebagai “pendatang baru yang menyusup masuk dari luar, dan keberadaanya tidak memiliki dasar atau unsur utama dari sesuatu yang dimasukinya.” Hal ini terkadang digunakan untuk mengungkapkan keberadaan seseorang dalam berkata-kata dan memaknai sesuatu, misalnya fulan/seseorang telah menyusup ke dalam satu kaum/kelompok masyarakat, kalimat itu mempunyai arti bahwa si fulan itu tidak berasal dari kaum tersebut secara nasab atau garis keturunan, namun dia berada dan tinggal diantara kaum itu.
Berangkat dari pengertian diatas, Ad-Dakhīl juga diartikan sebagai bagian luar yang menyimpang, tidak ada keterkaitan dengan yang ada didalam, dan yang didalam juga tidak mencakup yang diluar itu, seperti seseorang yang berada diluar pintu, dia tidak berkaitan dengan apa yang ada didalamnya, karena dia mempunyai bid’ah tertentu yang menyebabkannya terhalangi dari sifat keterkaitan.
Sedangkan makna Ad-Dakhīl secara terminologis adalah tafsīr atau penafsiran yang tidak memiliki dasar sedikitpun dalam agama, yang dilakukan dengan tujuan merusak makna dan kandungan Al-Qur’ān karena kesalahan atau kelalaian pada sebuah zaman tertentu dimana didalamnya termasuk katagori penafsiran yang muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Definisi Tafsir Bathiniyah
Kata tafsir diambil dari kata yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa tafsir menurut bahasa adalah “Al-kasf wa Al-izhar” yang berarti menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan (menampakan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan) Adapun pengertian tafsir menurut istilah, Al-Kilabi mengatakan Tafsir adalah menjelaskan al-quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
Sedangkan yang dimaksud Tafsir al-Bathiniyah adalah bentuk penafsiran yang mencoba untuk menangkap makna bathin dari al-Qur’an. Penafsiran macam ini berangkat dari hadis Nabi sebagai berikut: "Sesungguhnya Al-Quran mempunyai arti lahir dan batin...” atas dasar inilah sebagian ulama berkeinginan menelusuri lebih dalam lagi makna yang terkandung didalam al-Qur’an. Menurut sebagian ulama’, setiap ayat al-Qur’an itu mengandung 60.000 pemahaman, bahkan menurut ulama lain 70.200 karena setiap kata didalamnya adalah sebuah pengetahuan, dan jumlah itu bisa lebih banyak lagi. Al-Biqa’i dengan indah menggambarkan al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya berbeda dengan yang terpancar dari sudut lainnya.
Penjelasan Bathiniah
Bathiniah adalah nama dari kelompok Syiah yang berlebihan (fanatik) seperti Ismailiyah, Rafidhoh, Kuromitoh, Khurmiah. Nama ini diberikan kepada mereka karena keikut sertaan mereka dalam menta’wilan bathini nash-nash syar’i. hal itu karena mereka mengajak bahwa dalam memahami dhohir al-quran dan hadist dapat di lihat melalui makna bathinnya seperti memahami maksud kulit dari hati. Mereka meyakini bahwa setiap hukum Islam memiliki sisi lahiriah dan sisi batiniah. Sisi lahiriah hukum hanya dikhususkan bagi orang-orang awam yang belum berhasil sampai kepada strata spiritual yang tinggi. Oleh karena itu, mereka harus melaksanakan hukum tersebut dengan praktik rutin sehari-hari. Bathiniyah tidak termasuk kelompok Islam. Ia adalah kelompok sesat, sebab yang ada dalam kelompok ini hanyalah keburukan dan kejelekan. Salah satu bukti kesesatan mereka adalah mereka bermaksud dengan melepaskan diri dari akidah-akidah yang diwajibkan oleh dhohir nash, untuk dapat bertindak sesuka hati mereka dengan mengajak pada sesuatu yang jelek untuk membatalkan kewajiban yang telah ditetapkan syariah. Mereka memusuhi Islam dan benci terhadap Rasul. Mereka jelas-jelas menetapi Islam untuk memerangi Islam melalui Islam, hal itu dilakukan dengan jalan yang keji hingga maksud yang di inginkan tercapai.
Ibnu jauzi berpendapat tentang sebab-sebab penetapan mereka terhadap bid’ah yang sesat dan menyesatkan serta cara-cara mereka membenarkan apa yang telah mereka sumpah, beliau berkata: ketahuilah bahwa sebuah kelompok ingin menyelinap melalui agama, mereka bermusyawarah dengan kelompok lain yang berasal dari golongan majuzi, mazdzuki,tsanawi, dan orang-orang yang kafir terhadap filsafat dalam penetapan pengendoran dalam perluasan berita (ajaran) mereka untuk menjernihkan kembali pandangan ahli-ahli agama terhadap mereka. Hingga mereka menjaga perkataan mereka tentang apa yang telah mereka yakini tentang pengingkaran terhadap pencipta (Allah) dan pendustaan terhadap rasul, pendustaan terhadap hari kiamat dan dalih mereka bahwa nabi-nabi adalah pembohong dan menukar hal yang benar kepada hal yang salah. Dan mereka berpendapat segala perintah nabi hanyalah khayalan belaka dan mereka telah melemahkan kekuasaan nabi Muhammad. Mereka menafsirkan alquran dan hadits sesuai dengan makna bathin dan menolak makna bathin tanpa batas dan syarat. Mereka hanya memaknai kitab-kitab secara terpisah-pisah. Penakwilan mereka terhadap alquran sangat bebas, dalam arti tidak mengenal takwil, sebagaiman yang kita ketahui dalam ulumul quran. Mereka menempuh cara penipuan dalam mena’wili ushul-ushul Islam. Tidak hanya itu, bahkan mereka juga berani mena’wili furu’ syariat sesuka hati untuk menghilangkan karakteristik Islam dan menghancurkannya.
Al-Baghdadi berkata: sesungguhnya bathiniah mena’wilkan pokok-pokok agama dengan kesyirikan dan tipu daya untuk mena’wilkan hukum-hukum syariah, dalam segi meninggikan syariah atau menyamakan dengan hukum-hukum majuzi. Hal-hal yang menunjukkan maksud mereka dalam mena’wilkan syariah yaitu mereka memperbolehkan menikahi anak perempuan, saudara perempuan, memperbolehkan minum khomer, dan segala kesenangan. Dalam hal itu Imam as-Syahrastani berpendapat: sesungguhnya bathiniah telah mencampur ucapan mereka dengan ucapan filosuf dan membuat kitab-kitab mereka sesuai dengan metode itu, kemudian mereka berpendapat di al-bari tentang Allah: kita tidak mengatakan bahwa Allah ada atau Allah tidak ada, tidak juga tahu atau tidak tahu, tidak kuasa atau tidak lemah, dan juga pada semua sifatnya. Menurut Abu Bakar Aceh, seperti dikutip Rosihon Anwar, penafsiran mereka merupakan cerminan dari keyakinan yang mirip Plato. Mereka percaya bahwa hukuman ibadah seperti shalat, puasa, dan sebagainya hanya perlu buat lapisan rakyat yang bodoh dan awam. Akibatnya, setiap ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan taklif, mereka takwilkan dengan mengambil makna batinnya. Mereka menakwilkan wudlu dengan kepemimpinan imam, zakat dengan penyesuaian jiwa melalui pengetahuan keagamaan, dan sebagainya.
Tujuan bathiniah sangat jelas dari apa yang telah mereka kerjakan, hal ini berdasarkan sebuah surat yang di kirim al-Qabruni kepada Sulaiman bin husain. Al-qabruni berkata dalam suratnya: sesungguhnya saya berpesan pada kamu untuk meragukan manusia terhadap al-Quran, Taurat, Injil, Zabur dan mengajak mereka untuk membatalkan syariah. Dan di katakan dalam pesan ini: pembatalan terhadap hari akhir, kebangkitan dari kubur dan disebutkan juga bahwa surga adalah kenikmatan dunia, siksa adalah kesibukan manusia terhadap sholat, puasa, haji, dan jihad. Dan di sebutkan juga bahwa manusia menyembah Tuhan yang tidak diketahuinya dan mereka tidak sampai kepadanya kecuali hanya nama bukan bentuk.
Sejarah Tafsir Bathiniah
Adapun permulaan muncul aliran bathiniah,seperti yang dikatakan ahli sejarah bahwa aliran ini muncul pertama kali pada zaman kekhalifahan Makmun dan penyebarannya pada masa khalifah Mu’tasim. Imam al-Baghdadi menambahkan bahwa orang yang pertama kali melandaskan aliran ini diantaranya adalah Maimun bin Dishon yang terkenal dengan Qoddah. Dan Muhammad bin Hasan yang berlaqob Dandan. Maimun bin Dishon mendeklarasikan aliran ini di kota Sajn ibu kota Irak. Kemudian dakwah mereka meluas ke sebelah barat oleh Dandan. Yang kemudian dakwah mereka meluas setelah masuknya sebuah kelompok yang terkenal dengan nama Badain. Untuk memperluas penyebaran aliran ini, Maimun pergi ke barat, dan di sana ia menisbatkan dirinya kepada ‘Aqil bin Abi Thollib, dan berdalih bahwa dia adalah keturunannya. Ketika kelompok dari Rafidhoh dan Hululiah bergabung dengan mereka, sebagian dari mereka mengaku bahwa Maimun adalah salah satu keturunan dari Muhammad bin Ismail bin Ja’far as-Shodiq. Dalam usaha penyebarannya, banyak kelompok-kelompok maupun perorangan bergabung dengan aliran ini termasuk hamdan qirmid (pada orang inilah kelompok quromithoh di nisbatkan). Dalam sekejap kelompok ini menyebar ke beberapa kota seperti di persi melalui Makmun saudara dari Hamdan Qirmid, di Bahrain melalui Abu Said al-Janabi, dan di Naisabur melalui as-Sya’roni. Golongan ini tidak pernah berhenti sejak pertama muncul hingga menyebar diberbagai negara meskipun banyak yang menentang.
Contoh Ayat Tafsir Bathiniyah
Inilah sedikit contoh-contoh tentang penafsiran Bathiniyah.
ketika menafsirkan surah yûnus ayat 15 yaitu:
قَالَ الَّذِينَ لا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَذَا أَوْ بَدِّلْهُ
…orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia"…
Ayat tersebut ditafsirkan bahwa kata أَوْ بَدِّلْهُ maksudnya adalah gantilah dengan ‘Alî, padahal sudah jelas tidak ada hubungannya dengan ‘Alî.
Kemudian surah al-hijr ayat 99 yaitu:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
Yang dimaksud al-yaqin adalah ma’rifat takwil. Padahal, makna al-yaqin di sini adalah maut. Di lain tempat, kaum Bathiniyah menghalalkan perkawinan dengan saudara-saudara perempuan dan semua muhrim lainnya. Alasan mereka, saudara laki-laki lebih berhak atas saudara perempuan mereka. Menurut Abu Bakar Aceh, seperti dikutip Rosihon Anwar, penafsiran mereka merupakan cerminan dari keyakinan yang mirip Plato.
Ayat lain yang dita’wilkan tentang Nabi Musa menerima wahyu di bukit Thursina. Surah thâhâ ayat 12 yaitu:
فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ
maka tanggalkanlah kedua terompahmu (Qs Thaha : 12)
Mereka mengartikan خلع النعلين dengan isyarat untuk meninggalkan dua alam dan kata طور diartikan akal fa’al, sebuah istilah yang dikenal luas di dalam filsafat, dari sini terlihat bahwa Bathiniyyah mencampur filsafat dalam menta’wilkan ayat-ayat al-Qur'an dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak ditemukan dalam Kitab dan Sunah, sebagaimana di tuturkan oleh pengikut Bathiniyyah Abdullah bin Husain al-Qoiruni










Kesimpulan
Bathiniah adalah nama dari kelompok Syiah yang berlebihan (fanatik) seperti Ismailiyah, Rafidhoh, Kuromitoh, Khurmiah. Nama ini diberikan kepada mereka karena keikut sertaan mereka dalam menta’wilan bathini nash-nash syar’i. hal itu karena mereka mengajak bahwa dalam memahami dhohir al-quran dan hadist dapat di lihat melalui makna bathinnya seperti memahami maksud kulit dari hati. Mereka meyakini bahwa setiap hukum Islam memiliki sisi lahiriah dan sisi batiniah. Sisi lahiriah hukum hanya dikhususkan bagi orang-orang awam yang belum berhasil sampai kepada strata spiritual yang tinggi.
Tafsir Bathiniyah adalah bentuk penafsiran yang mencoba untuk menangkap makna bathin dari al-Qur’an. Tujuan tafsir ini hanya untuk menyesatkan orang-orang Muslim dan membuat orang Muslim Ragu aka agamnya sendiri.
Kita sebagai calon para Mufasir harus lebih berhati-hati dalam mempercayai dan mengambil metode untuk penafsiran karna tidak semua metode para mufasir semua benar, dari setiap kepala terdapat ide, maka dari setiap orang pun memiliki perspektif sendiri tentang penafsiran al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
http://zains-c.blogspot.com/2014/12/tafsir-al-bathiniyah.html
Hasan Abidu Yunus, Tafsir Al-Qur’an, (Tangerang: Gaya Media Utama, 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar